Lampu-lampu stadion mulai menyala satu per satu, langit malam di laga pembuka itu terasa berat seperti menyimpan sesuatu yang belum terucap. Dari serangkaian uji coba sebelumnya catatan yang tersisa tak banyak memberi senyum. Wajar bila rasa ragu tumbuh di banyak mata.

Uji coba memang bukan patokan, tapi bagi yang mencintai ia tetap jadi tanda awal seperti pembuka cerita yang pelan-pelan mengungkap arah perjalanan semusim kedepan. Dua hasil terakhir melawan Bali United dan Barito Putera cukup untuk membuat publik Mataram menahan napas. Apalagi ketika mereka harus bertandang ke Gelora Bung Tomo rumah Persebaya yang tak pernah ramah bagi tim tamu. Di sana rasa takut dan keyakinan sering berdiri berdampingan.

10 Menit Pertama, Permainan Terbuka

Langkah awal Laskar Mataram setelah 18 tahun terjerembab di lumpur liga 2 dimulai malam itu, menandakan semua harapan yang memuncak. Saya tidak peduli malam ini kalah atau menang tapi menyaksikan peluit pertama PSIM berlaga di kasta tertinggi sudah cukup membuat mata ini berkaca. Awal laga semua mata tertuju di sana, peluit panjang ditiupkan, gelanggang sepakbola dimainkan, PSIM berlaga!

Sepuluh menit awal memberi janji duel ini akan terbuka, saling mengukur, saling mencoba. Kedua tim seperti sedang berkenalan dengan strategi masing-masing. Wajar bila ada gugup ini langkah pertama.

Menit Selanjutnya Tentang Keyakinan

Mengejutkan, PSIM bermain lebih berani, lebih percaya diri membawa bola. Permainan tampak menjanjikan, seolah ingin membuktikan bahwa pulang ke kasta tertinggi bukan sekadar mimpi yang kebetulan terjadi, tapi ini sudah dipersiapkan jauh jauh hari. Yusaku dan Cahya jadi tembok baja lewat intercept dan penyelamatan yang beringas, beri ketenangan di lini terakhir.

Ghulam dan Rahmatsho berani duel memutus serangan awal lawan. Mengejutkan untuk Ghulam, sempat diragukan justru jadi kunci pelengkap malam itu. Vidal tak lelah naik turun, menutup ruang Bruno sekaligus mencari celah di sisi kanan. Ze Valente sang magician, pengatur tempo, penentu arah serangan, dan ancaman paling mematikan.

Rasanya PSIM sudah lama tidak punya pemain selevel ini. Derry Corfe dan Heljeta masih buntu tapi ini soal pembiasaan, lihat peluang Corfe hasil kreatifitas Ze, ini cuma soal waktu untuk bola masuk ke jala lawannya.

Babak Kedua dan Kejutan di 90+1

Seperti kata orang Inggris, “Fortune Favors the Bold" Keberuntungan berpihak pada mereka yang berani. Malam itu, PSIM memilih berani, memilih menyerang. Sepanjang babak kedua, stadion menjadi panggung bagi “Mataram Show”. PSIM menguasai permainan total, bola bergerak sesuai kehendak Ze. Dari kiri ke kanan, lalu kembali ke kiri.

Lini tengah Surabaya dibongkar habis. Hanya satu yang tak kunjung datang, gol. Menit ke-90 memasuki perpanjangan waktu Semua mata tertuju pada bola yang terdiam. Ze dan Vidal berdiri di belakangnya, semua menghela napas dalam-dalam. Doa-doa dilangitkan, berharap kejutan lahir malam ini.

Sepakan dilepaskan, keras dan kencang menembus pagar betis, menghantam tiang kanan Ernando bahkan belum sempat bergerak ketika bola memantul ke tengah. Heljeta mencoba menjangkau, tapi bola terlepas, diamankan ke kiri. Di sana, Dede Sapari menunggu. Pemain pengganti itu hanya butuh satu keputusan untuk melakukan umpan melengkung. Ia kirim ke jantung pertahanan, “La Pulga” Vidal! Remember the name! Ia bergerak di belakang bek, tak terlihat, tak terkawal. Satu tandukan yang menjadi pembeda malam itu di Gelora Bung Tomo. Gol itu datang! Gol yang akan dibicarakan lama setelah lampu stadion padam.

Kejutan itu 18 Tahun Lamanya!

Gol pertama di kasta tertinggi dari tim yang terlalu lama hidup di kasta kedua akhirnya datang juga. Delapan belas tahun bukan waktu yang sebentar. Kalau DP rumah mungkin sudah lunas, tapi hutang yang ini baru terbayar malam itu. Air mata pecah, teriakan yang tidak berhenti bersaut, dan pelukan tak putus di tiap mata. Menyaksikan laga pembuka ini menjadi keyakinan bahwa musim ini akan memberi lebih dari sekadar mimpi (semoga).

Kemenangan ini untuk mereka yang menunggu dari sudut Mandala, untuk mereka yang masa mudanya dihabiskan mengikuti tim ini ke mana pun berlaga, dan juga untuk generasi berikutnya. Tapi yang jelas, kemenangan ini milik semua.

Seusai laga, Van Gastel mengaku terkejut dengan cara bermain anak asuhnya. Ia berharap level permainan malam itu di Surabaya bisa hadir lagi di stadion berikutnya. Van Gastel berbicara lewat taktik, dan malam itu ia bisa membuktikannya. Suwun meneeerr!

Mencintai tim ini mengajarkan satu hal. kejutan selalu punya jalan, datang kepada siapa pun yang menginginkannya, kepada mereka yang berani,dan kepada mereka yang tidak pernah berhenti percaya. AYDK!

COMMENTS